Jakarta, Berita Nusantara 89. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian besar terhadap pembahasan RUU Perampasan Aset. RUU tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2026 sebagai bagian dari agenda reformasi hukum nasional.
Presiden Dukung Penuh RUU Perampasan Aset
Dalam keterangannya, Yusril menyebut Presiden Prabowo berulang kali menekankan urgensi RUU ini agar segera masuk. Menurutnya, pemerintah sudah siap membahas isi RUU secara detail, namun inisiatif resmi pengajuan masih menunggu langkah DPR. Yusril menambahkan, koordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM untuk memastikan RUU Perampasan Aset tercatat dalam daftar prioritas legislasi. Kini, kata dia, keputusan berada di tangan DPR untuk menentukan apakah RUU ini melalui usulan legislatif atau eksekutif.
“Pak Presiden pun sudah beberapa kali juga menegaskan supaya DPR segera membahas RUU itu,” kata Yusril
Pentingnya RUU ini terletak pada fungsi strategisnya dalam memperkuat pemberantasan tindak pidana korupsi. Aturan tersebut akan memberikan dasar hukum yang jelas bagi negara untuk menarik aset hasil kejahatan, baik korupsi maupun tindak pidana pencucian uang. Dengan begitu, proses pemulihan kerugian negara bisa berjalan lebih efektif tanpa terkendala oleh perdebatan hukum yang berkepanjangan.
“Dan kemarin juga saya berkoordinasi dengan Pak Supratman Menteri Hukum, sedang membicarakan memasukkan RUU Perampasan Aset itu dalam Prolegnas 2025-2026, dan sedang menunggu keputusan apakah akan diambil inisiatifnya oleh DPR,” ujarnya.
Selain membahas RUU Perampasan Aset, Yusril juga mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan revisi terhadap RUU Pemilu dan RUU Kepartaian. Revisi ini sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi serta sebagai bagian dari penyempurnaan sistem politik di Indonesia. Reformasi tersebut dapat membuka peluang politik yang lebih adil sekaligus meningkatkan kualitas demokrasi.
Wacana Sejak Pemerintahan Jokowi
Di sisi lain, DPR juga menunjukkan komitmennya. Wakil Ketua DPR menyatakan pembahasan RUU Perampasan Aset akan menjadi prioritas setelah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) selesai. Hal ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi yang justru bisa menimbulkan kebingungan dalam penerapan hukum di kemudian hari.
Dorongan kuat terhadap RUU ini bukan hanya datang dari pemerintah, melainkan juga dari partai politik di parlemen. Anggota Komisi III DPR, Benny K. Harman dari Fraksi Demokrat, menyampaikan dukungannya atas percepatan pembahasan. Ia mengingatkan bahwa upaya menghadirkan regulasi perampasan aset sudah sejak era Presiden Joko Widodo, namun tidak kunjung rampung. Menurut Benny, jika Presiden ingin serius, jalur Perppu bisa menjadi pilihan cepat yang pasti mendapat dukungan mayoritas DPR.
“Tinggal beliau mau atau tidak? Ya kan? Kalau saya Presiden Prabowo, segera untuk, ya mewujudkan janjinya itu, bukan semata-mata untuk mewujudkan janji kampanyenya, tapi itu memang kebutuhan hukum yang menjadi prioritas bangsa dan negara kita saat ini,”
Dengan kombinasi dorongan dari Presiden, kesiapan pemerintah, serta dukungan sejumlah fraksi DPR, peluang pengesahan RUU Perampasan Aset pada periode Prolegnas 2025–2026 terbuka lebar. Namun demikian, keberhasilan pembahasan tetap bergantung pada komitmen bersama antara eksekutif dan legislatif untuk menjaga konsistensi.
RUU Perampasan Aset menjadi instrumen baru yang dapat memperkuat integritas hukum Indonesia. Jika benar-benar sah, maka regulasi ini akan menjadi tonggak penting dalam memastikan aset hasil tindak pidana tidak lagi kembali ke negara.
Kehadiran RUU ini juga akan menjadi sinyal kuat bagi dunia internasional bahwa Indonesia serius memperkuat sistem hukum dan pemberantasan korupsi. Dukungan publik akan terus mengalir agar tidak berhenti sebagai wacana, melainkan menjadi produk hukum nyata yang bisa segera terlaksana.