Jakarta, Berita Nusantara 89. Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menyoroti kebijakan penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap lembaga keagamaan, khususnya pondok pesantren. Ia memprotes penagihan PBB terhadap Pondok Pesantren Al-Fath Jalen di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) setempat.
Rieke Diah Pitaloka menilai kebijakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam Pasal 38 ayat (3), objek untuk kepentingan umum di bidang keagamaan, sosial, pendidikan, dan kebudayaan. Selama tidak untuk mencari keuntungan—seharusnya bebas dari kewajiban PBB-P2.
Menurut Rieke, pesantren merupakan lembaga yang berperan penting dalam membangun karakter bangsa dan memperkuat nilai keagamaan masyarakat. Oleh karena itu, ia menilai tidak pantas jika membebani lembaga pendidikan berbasis keagamaan pajak seperti halnya entitas komersial. “Negara seharusnya hadir melindungi lembaga pendidikan dan keagamaan, bukan justru memberatkan dengan pungutan pajak,” tegasnya.
Politikus PDI Perjuangan itu juga meminta Kementerian Keuangan dan Pemerintah Daerah agar lebih sinkron dalam memahami aturan pembebasan pajak bagi lembaga nirlaba. Ia khawatir penarikan PBB terhadap pesantren terjadi karena adanya perbedaan interpretasi antara pemerintah pusat dan daerah terkait implementasi UU HKPD.
Tanggapan Purbaya Atas Protes Rieke Diah Pitaloka
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku belum mengetahui secara rinci perihal penyampaian Rieke. Ia menyatakan akan segera mempelajari laporan tersebut dan memastikan mekanisme pungutan pajak di daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Nanti akan kami cek lebih lanjut, apakah benar terjadi kesalahan dalam penerapan aturan,” kata Purbaya.
Purbaya menambahkan, pada prinsipnya pemerintah mendukung lembaga pendidikan dan keagamaan yang bersifat nirlaba. Namun, ia juga menekankan pentingnya kejelasan data dan klasifikasi objek pajak agar tidak terjadi kesalahan administrasi di lapangan.
Kasus Pondok Pesantren Al-Fath Jalen ini menimbulkan perhatian publik karena menyangkut konsistensi kebijakan pajak nasional terhadap lembaga sosial dan keagamaan. Banyak pihak menilai, jika benar pesantren yang tidak mencari keuntungan tetap kena PBB, maka hal itu dapat menjadi preseden buruk bagi lembaga sejenis di berbagai daerah.
Rieke berharap pemerintah segera menindaklanjuti masalah tersebut agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum. Ia menegaskan, tujuan utama pajak daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan memberatkan lembaga yang justru berkontribusi dalam pembinaan moral dan pendidikan bangsa.









