Fenomena Panas ? Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Berita0 Dilihat
banner 468x60

Magetan, Berita Nusantara 89. Fenomena panas menyengat kembali melanda sejumlah wilayah di Pulau Jawa hingga Bali dalam beberapa hari terakhir. Suhu udara yang tinggi membuat masyarakat merasa gerah, bahkan pada pagi dan malam hari. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akhirnya mengungkap penyebab utama kondisi cuaca ekstrem ini.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena panas yang terjadi bukan termasuk kategori “heatwave” seperti di negara lain. Menurutnya, Indonesia memiliki karakteristik tropis yang berbeda, namun tetap dapat mengalami suhu ekstrem akibat faktor musiman dan atmosferik tertentu.

Ia menerangkan, fenomena panas di wilayah Jawa hingga Bali karena beberapa faktor. Salah satunya adalah posisi semu matahari yang kini berada di sekitar ekuator. Kondisi tersebut menyebabkan intensitas penyinaran matahari lebih kuat dan langsung mengenai permukaan bumi di wilayah Indonesia bagian selatan.

Selain itu, langit yang cenderung cerah belakangan ini juga memperparah kondisi panas. Minimnya tutupan awan membuat radiasi matahari tidak terhalang sehingga suhu udara meningkat signifikan, terutama pada siang hari. “Saat siang tidak ada awan, panas langsung terasa. Tapi malam juga tetap gerah karena panas dari permukaan bumi terperangkap di atmosfer,” ujar Guswanto.

BMKG juga menyoroti peran kelembapan udara yang relatif tinggi. Kombinasi antara suhu udara yang panas dan kelembapan yang tinggi menyebabkan sensasi panas semakin besar. Fenomena panas “heat index” tubuh manusia lebih tinggi daripada suhu aktual yang tercatat oleh alat pengukur.

Fenomena Panas Di Jawa Hingga Bali

Sejumlah daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali tercatat suhu udara antara 35 hingga 37 derajat Celsius pada siang hari. Kondisi ini membuat masyarakat banyak menghindari aktivitas berat di luar ruangan, terutama antara pukul 11.00 hingga 15.00.

BMKG juga meminta masyarakat memperbanyak konsumsi air putih guna mencegah dehidrasi dan menjaga daya tahan tubuh. Selain itu, penggunaan pelindung diri seperti topi, payung, dan tabir surya juga sangat penting bagi mereka yang harus beraktivitas di bawah sinar matahari langsung.

Meski demikian, BMKG memastikan fenomena panas ekstrem ini bersifat sementara. Suhu udara akan mulai menurun menjelang akhir Oktober seiring dengan mulai masuknya masa peralihan menuju musim hujan. “Ketika awan mulai terbentuk dan curah hujan meningkat, maka suhu akan kembali normal,” jelas Guswanto.

Masyarakat juga agar tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang cepat. Setelah periode panas ekstrem, potensi hujan lebat dengan petir biasanya meningkat di beberapa wilayah. “Jadi jangan lengah. Setelah fenomena panas, bisa muncul cuaca ekstrem berupa hujan deras. Tetap waspada dan pantau informasi resmi dari BMKG,” tutupnya.

Fenomena panas ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan, mengatur pola aktivitas, serta meningkatkan kesadaran terhadap dampak perubahan iklim yang mulai terasa nyata di Indonesia.

Tinggalkan Balasan