Jakarta, Berita Nusantara 89. – Tepat hari ini, 27 tahun telah berlalu sejak terjadinya Kudatuli, singkatan dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli. Peristiwa ini berlangsung pada 27 Juli 1996 dan menjadi salah satu tragedi politik terbesar di era Orde Baru.
[metaslider id=”2201″]
Peristiwa ini mulai dari serangan pada kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Pendukung Megawati Soekarnoputri saat itu menguasi gedung itu. Megawati merupakan Ketua Umum PDI versi Kongres Jakarta. Mereka melakukan aksi mimbar bebas selama berminggu-minggu untuk menentang campur tangan kekuasaan dalam kepemimpinan partai.
Pada pagi hari, massa pendukung Soerjadi, yang mengklaim sebagai Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan, datang menyerbu dengan bantuan aparat keamanan. Penyerbuan secara tiba-tiba dan melibatkan kekerasan. Bentrok pun pecah antara kedua kubu, dan situasi dengan cepat berubah menjadi kerusuhan besar.
Gedung kantor partai rusak, pembakaran atribut, dan bentrokan meluas ke jalan-jalan sekitar seperti Salemba dan Cikini. Warga yang terlibat maupun yang berada di sekitar lokasi menjadi korban. Masa merusak dan membakar beberapa gedung dan kendaraan. Jakarta berubah menjadi kota dalam keadaan darurat.
Peristiwa ini menyebabkan korban jiwa, ratusan luka-luka, serta puluhan orang hilang. Selain itu, aparat menangkap banyak aktivis dan menjeratnya berbagai tuduhan. Kudatuli menjadi simbol perlawanan terhadap represi politik dan menjadi salah satu pemantik gerakan reformasi yang bergema dua tahun kemudian.
Kini, peristiwa ini kita kenang sebagai titik balik menuju demokrasi dan kebebasan politik di Indonesia.