Jakarta, Berita Nusantara 89 – Mendagri Tito Karnavian membeberkan data terbaru terkait rangkaian aksi unjuk rasa yang terjadi di Indonesia sejak 25 Agustus 2025. Menurutnya, terdapat 107 titik aksi demo di 32 provinsi, dengan 9 lokasi di antaranya berakhir ricuh.
Tito menyebut mayoritas aksi berlangsung damai. Namun, kerusuhan tercatat terjadi di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Beberapa peristiwa ricuh menimbulkan kerugian besar, bahkan sampai memakan korban jiwa.
Di Makassar, gedung DPRD provinsi dan kota terbakar, mengakibatkan tiga orang meninggal dunia dan lima lainnya luka-luka. Sementara di Surabaya dan Kediri, aksi berakhir dengan perusakan fasilitas umum dan kantor pemerintahan. Di Jakarta, kerusuhan menimbulkan kerugian besar karena sejumlah infrastruktur transportasi publik rusak.
Mendagri : Kerusakan Infrastruktur Publik
Kerugian paling besar terjadi di DKI Jakarta. Sebanyak 22 halte Transjakarta, infrastruktur MRT, hingga puluhan unit CCTV rusak. Nilai kerugian mencapai lebih dari Rp50 miliar. Kerusakan juga terjadi di sejumlah gedung pemerintahan, lampu jalan, serta fasilitas umum lainnya.
Di Jepara dan Kediri, massa bahkan merusak museum serta benda bersejarah. Hal ini menimbulkan keprihatinan karena tidak hanya merugikan pemerintah daerah, tetapi juga merusak warisan budaya bangsa.
Mendagri menilai, aksi yang awalnya dengan tuntutan penolakan kenaikan tunjangan, transparansi gaji DPR, dan penolakan RKUHAP, kemudian memanas setelah insiden seorang pengemudi ojek online meninggal terlindas kendaraan Brimob. Peristiwa itu memicu gelombang kemarahan publik di berbagai daerah, sehingga aksi unjuk rasa meluas dan dalam beberapa kasus berubah menjadi kerusuhan.
Dampak dari kerusuhan ini tidak hanya dalam bentuk kerusakan fisik, tetapi juga menimbulkan trauma sosial. Sejumlah warga kehilangan mata pencaharian sementara karena akses jalan dan fasilitas umum lumpuh. Pedagang kecil dan pengusaha transportasi juga mengalami kerugian akibat terhambatnya aktivitas ekonomi.
Respons Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah di berbagai wilayah langsung merespons kondisi ini. Di Nusa Tenggara Barat, misalnya, pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan agar aparatur sipil negara sementara tidak menggunakan kendaraan dinas maupun seragam resmi. Langkah ini untuk menghindari potensi penyerangan terhadap simbol-simbol institusi negara.
Selain itu, koordinasi dengan aparat keamanan juga akan lebih ketat. Aparat agar menjaga keseimbangan antara mengamankan fasilitas publik dan menghormati hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
Kasus ini memperlihatkan bahwa pemerintah pusat dan daerah mendapatkan pada tantangan besar. Di satu sisi, mereka wajib memastikan keamanan serta mencegah kerusakan lebih luas. Di sisi lain, harus tetap menghormati aspirasi publik sebagai bagian dari demokrasi.
Mendagri menekankan bahwa setiap kepala daerah harus bergerak cepat menanggulangi dampak kerusuhan, mulai dari pemulihan fasilitas publik hingga menjaga kondusivitas sosial. Pemerintah juga berkomitmen menyalurkan bantuan untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur yang terdampak.
Data terbaru ini menjadi gambaran bahwa dinamika unjuk rasa di Indonesia berlangsung dengan skala yang sangat luas. Dari 107 titik aksi demo yang tersebar di 32 provinsi, sembilan lokasi berubah menjadi kerusuhan dengan kerugian besar, korban jiwa, dan kerusakan fasilitas umum.
Pemerintah kini tidak hanya harus mengamankan kondisi, tetapi juga memastikan pemulihan cepat serta menjaga agar tidak membatasi kebebasan berpendapat sewenang-wenang. Bagaimana pemerintah menangani situasi ini akan menjadi ujian penting bagi demokrasi Indonesia.