Jakarta, Berita Nusantara 89. – Tiga murid disabilitas bersekolah di SMPN 1 Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng). Satu di antaranya baru saja memastikan lulus dan siap melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Sedangkan dua lainnya tengah duduk di kelas 7 SMP.
Kepala Sekolah SMPN 1 Purbalingga, Eni Rundiati, mengatakan sekolahnya menerapkan pendidikan inklusif. Pendekatan ini memastikan semua anak, tanpa memandang latar belakang atau kebutuhan khusus mereka, mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Untuk itu, anak penyandang disabilitas memiliki opsi untuk mengenyam pendidikan di sekolah reguler, di samping sekolah luar biasa (SLB).
Terima Murid Disabilitas Mental pada 2022
Kehadiran murid disabilitas di SMPN 1 Purbalingga berkaitan dengan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang kini berubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Ada empat jalur penerimaan di sekolah ini, salah satunya adalah jalur afirmasi.
“Afirmasi itu diperuntukkan untuk masyarakat anak-anak kurang mampu. Selain itu, juga untuk anak penyandang disabilitas, yang salah satunya juga untuk pendidikan inklusi,” tutur Eni dalam acara Press Tour Kemendikdasmen di SMPN 1 Purbalingga Jateng, Jumat (13/6/2025) ditulis Sabtu, (14/6/2025).
“Kami melaksanakan kebijakan dari pemerintah. Maka, siapapun yang mendaftar ke sini, kami layani. Misi kami juga memberikan hak layanan pendidikan kepada semua, termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus. Itu dasar kami melakukan itu,” sambungnya.
Salah satu siswa disabilitas yang mendaftar ke SMPN 1 Purbalingga pada 2022 mengalami jenis gangguan mental skizofrenia. Untuk bisa melakukan layanan, Eni menilai sekolah perlu memiliki ilmunya. Ia pun berkoordinasi dengan ahli.
Eni menuturkan, saat itu ia coba berkomunikasi dengan psikiater yang menangani disabilitas skizofrenia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr R Goeteng Taroenadibrata. Siapa sangka, ternyata murid tersebut juga merupakan pasien tetap RS tersebut.
“Sehingga kami intens komunikasi terkait perkembangan mental anak kami. Harapannya dengan kami selalu berkomunikasi dengan psikiater, di sekolah, kami bisa memberikan layanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan kondisi mental anak itu,” ucapnya.
Beri Guru Pelatihan Khusus
Eni menyebut pihak sekolah juga coba memperbaiki layanan pendidikan tiap guru dengan membekalinya pelatihan khusus. Dengan begitu, guru mata pelajaran (mapel) di sekolahnya mampu menjalankan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid tersebut.
“Kami lakukan juga in house training (pelatihan di sekolah) dengan menghadirkan psikiater, juga psikolog. Kami sering undang ke sini, agar Bapak-Ibu guru bisa memberikan layanan kepada peserta didik dengan berbagai ragam karakteristik, kebutuhan, dan kondisi anak,” kata dia.
Pembelajaran murid disabilitas juga memiliki pendekatan berbeda, terutama dalam melaksanakan tugas dan capaian pembelajaran. Agar bisa menerapkan dengan baik, Eni coba memastikan setiap guru sudah memahami keadaan murid tersebut dari hari ke hari.
“Pedoman dalam pembelajaran kita memberikan ruang bahwa kita harus bisa melayani anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan anak ada (beragam) kondisi, maka capaian pembelajaran pun kami sesuaikan. Tidak bisa dilakukan sama dengan anak yang lainnya,” tandas Eni.