Jakarta, Berita Nusantara 89. Sidang Etik kasus meninggalnya Affan Kurniawan hari ini ( 4/9/2025) berlanjut dengan pemecatan dua orang polisi. Komisi Kode Etik Polri (KKEP) resmi menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Kompol Kosmas K Gae, Danyon Resimen IV Korps Brimob Polri. Keputusan ini setelah tragedi yang menewaskan seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob pada 28 Agustus 2025 lalu.
Sidang Etik Kasus Affan Kurniawan
Sidang etik di Gedung TNCC Mabes Polri Jakarta Selatan berlangsung sejak pagi hingga sore hari. Kompol Kosmas hadir langsung dalam persidangan tersebut. Ketua sidang menegaskan bahwa perbuatan yang terjadi di bawah komandonya termasuk kategori “perilaku tercela” dan berdampak besar terhadap citra institusi Polri.
Selain pemecatan, Kosmas juga menjalani sanksi administrasi berupa penempatan khusus (patsus) selama enam hari, sejak 29 Agustus hingga 3 September 2025. Langkah ini merupakan bentuk hukuman tambahan sembari menunggu putusan akhir atas kasus pidananya yang sedang di tangan Bareskrim.
Total tujuh anggota Brimob ikut dalam sidang etik atas kasus ini. Dua orang melakukan pelanggaran berat, yakni Kompol Kosmas sebagai komandan dan Bripka Rohmat yang mengemudikan rantis. Lima anggota lainnya yang berada di dalam kendaraan melakukan pelanggaran sedang. Sidang lanjutan untuk kategori pelanggaran sedang akan terpisah.
Insiden Affan Terlindas Rantis
Insiden bermula ketika Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol berusia 21 tahun, berada di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Rantis Brimob yang melintas menabraknya hingga terjatuh ke jalan. Kendaraan tersebut sempat berhenti, namun kemudian melaju kembali dan melindas tubuh Affan yang masih terbaring, menyebabkan korban meninggal di tempat.
Video amatir warga yang merekam kejadian tersebut viral di media sosial dan memicu gelombang kemarahan publik. Massa ojol, mahasiswa, dan warga mendatangi markas Brimob di Kwitang serta melakukan aksi protes di beberapa titik, termasuk di bawah flyover Senen yang berujung pembakaran pos polisi.
Kematian Affan menimbulkan duka dan kemarahan luas. Banyak pihak menilai tindakan aparat sangat berlebihan dan melanggar hak asasi manusia. Komnas HAM menyatakan terdapat dugaan kuat pelanggaran HAM dalam peristiwa ini. Setelah gelar perkara, pelimpahan kasus resmi ke Bareskrim karena terdapat unsur pidana.
Organisasi transportasi daring seperti Gojek dan Grab juga menyampaikan belasungkawa dan memberikan dukungan kepada keluarga Affan. Berbagai komunitas ojol menuntut agar pelaku mendapat hukuman seberat-beratnya dan keluarga korban mendapat perlindungan hukum.
Pernyataan Kompol Kosmas dan Kapolri
Dalam sidang etik, Kompol Kosmas menyampaikan pembelaan bahwa ia tidak pernah berniat mencelakai korban. Menurut pengakuannya, ia baru mengetahui detail insiden tersebut dari video yang beredar di media sosial. Namun pernyataan itu tidak mengubah hasil keputusan sidang yang menilai perbuatannya tetap bertanggung jawab sebagai komandan lapangan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan rasa duka mendalam kepada keluarga Affan. Ia menegaskan bahwa institusi Polri akan menuntaskan kasus ini secara transparan. Presiden Prabowo Subianto pun mengecam keras tindakan oknum Brimob dan menuntut agar proses hukum berjalan maksimal tanpa pandang bulu.
Kompolnas menegaskan keyakinannya bahwa anggota Brimob yang terlibat bukan hanya akan mendapat sanksi pemecatan secara etik, tetapi juga memproses secara pidana. Bareskrim kini menangani kasus tersebut dengan fokus pada unsur kelalaian dan dugaan tindak pidana yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Affan Kurniawan lahir pada 18 Juli 2004 dan bekerja sebagai pengemudi ojol di Jakarta. Sosoknya yang ramah dan aktif membantu keluarga. Kematian tragisnya menjadikan Affan simbol perjuangan warga sipil untuk menuntut keadilan atas tindakan aparat yang melampaui batas.
Tragedi ini menimbulkan dampak nasional dengan gelombang demonstrasi di berbagai daerah. Dari Jakarta, aksi solidaritas menyebar ke sejumlah kota besar di Indonesia. Isu “Keadilan untuk Affan” menjadi seruan utama dalam berbagai unjuk rasa, menuntut reformasi aparat serta akuntabilitas penuh Polri dalam penanganan kasus.