Sudewo, Sosok Bupati Pati Yang Menantang Warganya

Berita2 Dilihat
banner 468x60

Pati, Berita Nusantara 89. Nama Sudewo, sosok Bupati Pati yang menjadi sorotan setelah kebijakannya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB‑P2) hingga 250 persen pada tahun 2025. Langkah tersebut memicu gelombang protes dari warga, terutama karena terlalu berat dan minim dialog publik.

Sudewo lahir di Kabupaten Pati pada 11 Oktober 1968. Ia menempuh pendidikan formal hingga SMA di Pati dan melanjutkan studi di bidang Teknik Sipil di Universitas Sebelas Maret. Ia juga menyelesaikan program magister Teknik Pembangunan di Undip Semarang.

banner 336x280

Sejak menyelesaikan pendidikan, Sudewo aktif dalam organisasi. Ia pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil UNS dan menjabat beberapa posisi organisasi seperti Ketua Keluarga Besar Marhaenis, serta Wakil Ketua Persatuan Insinyur Indonesia pada awal 2000-an. Setelah itu, ia berkarier profesional sebagai pegawai di Departemen Pekerjaan Umum dan beberapa proyek infrastruktur hingga menjadi PNS.

Perjalanan Karier Sudewo, Bupati Pati

Memasuki dunia politik, Sudewo pernah menjadi anggota DPR-RI dua periode: periode 2009–2013 dan 2019–2024. Selama di DPR, ia tergabung dalam Komisi V dan menjabat sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Organisasi di DPP Partai Gerindra sejak 2019.

Pada Februari 2025, Sudewo resmi menjabat sebagai Bupati Pati periode 2025–2030, bersama Wakil Risma Ardhi Chandra. Sejak itu, kebijakannya mulai menarik perhatian publik—terutama terkait kebijakan fiskal dan pajak.

Kebijakan Bupati Pati : Viral Karena Menantang Warganya

Menurut Sudewo, kenaikan PBB ini setelah 14 tahun tarif tidak pernah ada penyesuaian. Pemerintah daerah mencatat penerimaan PBB P2 sebesar Rp29 miliar per tahun, jauh di bawah kabupaten tetangga seperti Jepara (Rp75 miliar), Rembang, dan Kudus (masing-masing sekitar Rp50 miliar). Oleh sebab itu, peningkatan tarif sangat penting untuk mendanai pembangunan infrastruktur, perbaikan rumah sakit, serta mendukung sektor pertanian dan perikanan.

Warga Merespon Tantangan

Namun, banyak warga merespons kebijakan tersebut dengan keras. Mereka merasa tarif 250 persen sangat memberatkan, apalagi tanpa keterlibatan publik dalam perumusan keputusan. Rencana aksi unjuk rasa besar sudah mulai, termasuk pengumpulan logistik menuju aksi massa pada pertengahan Agustus, dengan target massa hingga puluhan ribu orang.

Tagar seperti “Bupati Arogan” dan “Bupati Penipu” muncul di media sosial dan terpampang di sejumlah titik publik sebagai bentuk ekspresi kritis warga terhadap keputusan tersebut.

Meskipun menyadari potensi kritik, Sudewo menegaskan tidak gentar menghadapi protes. Ia bahkan menyebut siap jika puluhan ribu warga turun ke jalan. Sikap tersebut memicu kontroversi yang lebih luas karena kurang sensitif terhadap keresahan warga.

Situasi ini membuka catatan penting tentang hubungan antara pemerintah daerah dan warganya. Tanpa dialog dan transparansi, kebijakan fiskal bisa menyebabkan ketegangan sosial. Sebagai bupati, Sudewo kini menghadapi pada pilihan strategis: membuka ruang diskusi publik atau mempertahankan kebijakan atas dasar efektivitas fiskal semata.

Sudewo adalah contoh pemimpin dengan latar belakang teknis dan politik yang kuat. Namun, kebijakan fiskal kontroversialnya menggerus dukungan masyarakat yang mengharapkan pendekatan lebih inklusif dan transparan. Tanpa dialog langsung dan evaluasi bersama, potensi gesekan antara rakyat dan pemerintah tetap tinggi.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *