Tasikmalaya – Berita Nusantara 89. – Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya menegaskan akan mengambil tindakan tegas terhadap praktik jual beli kursi dalam SPMB 2025. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan, Tedi Setiadi, menyatakan akan memberikan sanksi kepada siapapun yang terlibat.
“Kalau ada pegawai dinas yang terlibat, laporkan langsung ke saya atau datang ke kantor,” ujar Tedi pada Jumat (20/6/2025).
Ia memastikan akan menindaklanjuti seluruh laporan dari masyarakat mengenai SPMB 2025 secara serius dan transparan. Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak segan melapor jika menemui kecurangan dalam proses penerimaan siswa.
Jual Beli Kursi Bukan Hanya Terjadi di SPMB 2025
Setiap musim penerimaan siswa baru, sejumlah orang tua kerap mendapat tawaran untuk memasukkan anaknya ke sekolah impian melalui jalur belakang dengan imbalan uang jutaan hingga puluhan juta rupiah.
Praktik tersebut jelas mencederai prinsip keadilan dalam pendidikan. Akses sekolah negeri yang seharusnya bebas dan adil untuk semua, justru terjadi tindakan memperjualbelikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tedi juga mengingatkan orang tua agar tidak memaksakan anak masuk ke sekolah favorit, hanya karena reputasi sekolah tersebut hanya demi gengsi atau popularitas. Menurutnya, hal tersebut justru akan memberikan tekanan dan memberikan efek negatif untuk anak.
“Justru bisa membuat anak tertekan. Tidak perlu memaksa anak, karena semua sekolah memiliki kualitas yang baik,” jelasnya.
Menurutnya, proses penerimaan siswa seharusnya menjadi momentum untuk membentuk nilai kejujuran dalam pendidikan. Bila dari awal sudah melakukan kecurangan, maka kita akan sulit mewujudkan integritas pendidikan.
Ia pun menambahkan, akan terus meningkatkan sosialisasi soal SPMB tingkat SMP maupun SD supaya orang tua paham dengan kondisi saat ini. “Memang ada perubahan soal zonasi, tapi kami harap semua orang tua tetap mengikuti aturan yang diterapkan,” tambahnya.
Di tengah tingginya antusiasme terhadap sekolah negeri favorit, kembali muncul dugaan adanya praktik percaloan kursi. Mereka menggunakan odus yang beragam, mulai dari mengaku sebagai pihak sekolah, pejabat, hingga bekerjasama dengan oknum tertentu di dinas. Padahal, sistem penerimaan sekolah negeri seharusnya adil dan transparan untuk semua kalangan.