Sampang, Berita Nusantara 89. LSM Lasbandra melalui Sekretaris Jenderalnya, Achmad Rifai, membantah kabar bahwa Polda Jawa Timur mendapat tekanan dari Bupati Sampang terkait penyidikan dugaan korupsi proyek jalan lapen senilai Rp12 miliar yang bersumber dari Dana Insentif Daerah (DID) tahap II tahun 2020.
Proyek tersebut merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan saat ini sedang dalam penyelidikan oleh Unit Tipidkor Polda Jatim. Polda Jatim telah menetapkan HM sebagai tersangka, sebagaimana tercantum dalam SP2HP nomor B/67/SP2HP/II/RES.3.3/2025/Ditreskrimsus. Laporan kasus ini berasal dari LSM Lasbandra sebagai pelapor tunggal.
Rifai menegaskan bahwa isu SP3 kasus ini melalui campur tangan politik Bupati Slamet Junaidi tidak benar. “Kalau ada yang mengatakan Polda menghentikan kasus ini dengan kekuatan super power Bupati untuk menekan Polda Jatim, silakan saja. Tapi kami tetap akan mengawal proses ini sampai tuntas,” kata Rifai di kantornya pada Selasa (15/7/2025).
Ia mengakui bahwa di tingkat lokal, pengaruh kepala daerah bisa saja memengaruhi aparat penegak hukum. Namun, ia menilai hal itu tidak berlaku di level kepolisian provinsi seperti Polda Jatim.
“Kalau di Sampang mungkin bisa terjadi. Tapi di Polda Jatim, itu hanya isu yang mengembang untuk menyenangkan para pendukung yang menganggap beliau seperti manusia setengah dewa,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Jawa Corruption Watch (JCW), Rizal Diansyah Soesanto ST, CPLA, menyatakan bahwa intervensi proses hukum merupakan pelanggaran berat. Hal ini Mengacu pada Pasal 21 UU Tipikor, pelaku yang menghalangi penyidikan bisa mendapapatkan ancaman penjara hingga 12 tahun.
“Tekanan terhadap penyidik adalah bentuk obstruction of justice. Penegak hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan. KPK dan lembaga-lembaga pusat wajib mengawasi potensi pelanggaran seperti ini,” tegas Rizal.