Kota Madiun || Berita Nusantara 89. Ribuan demonstran yang terdiri dari mahasiswa, komunitas ojek online, hingga elemen masyarakat sipil memadati kawasan Gedung DPRD Kota Madiun pada Sabtu (30/8/2025). Aksi oleh Aliansi Mahasiswa Madiun Raya dan Rakyat Sipil Madiun Bersatu ini menjadi bagian dari gelombang protes nasional menolak kebijakan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR RI, sekaligus mendesak reformasi Polri.
Dalam aksinya, massa menilai kebijakan kenaikan tunjangan DPR tidak mencerminkan empati terhadap kondisi rakyat yang tengah menghadapi tekanan ekonomi.
“Di saat rakyat berjuang menghadapi krisis, DPR justru sibuk menaikkan tunjangan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat,” tegas Haidar Fillah Muhyiddin, koordinator lapangan aksi.
Massa Mendesak Penandatanganan Tuntutan
Selain menolak kenaikan tunjangan DPR, para pengunjuk rasa juga mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Perampasan Aset sebagai upaya memperkuat pemberantasan korupsi dan memutus dominasi oligarki. Mereka juga menekan Badan Kehormatan DPR agar lebih tegas terhadap anggota dewan yang terjerat kasus pelanggaran etik, termasuk skandal yang menyeret nama Ahmad Sahroni.
Tidak hanya DPR, institusi Polri juga menjadi sorotan tajam. Massa menyampaikan empat tuntutan utama terkait reformasi Polri, yaitu:
Mencopot Kapolri karena gagal mengendalikan sikap represif aparat di lapangan.
Memproses hukum secara transparan setiap anggota polisi yang terbukti melakukan pelanggaran HAM.
Membuka investigasi independen terkait kematian Affan, pengemudi ojek online, dengan melibatkan Komnas HAM.
Membatasi penggunaan kendaraan taktis (rantis) saat aksi unjuk rasa, agar sejalan dengan prinsip penghormatan HAM.
“Polri seharusnya hadir melindungi rakyat, bukan justru menekan dengan kekerasan. Aspirasi adalah hak konstitusional,” lanjut Haidar dalam orasinya.
Dalam puncak aksi, massa mendesak Ketua DPRD Kota Madiun, Armaya, serta Kapolres Madiun Kota untuk menandatangani dokumen berisi tuntutan sebagai jaminan keseriusan menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat.
Namun, situasi yang awalnya kondusif berubah memanas. Massa memaksa masuk ke dalam area kantor dewan, merusak kaca jendela serta gerbang gedung DPRD.
Respons DPRD Kota Madiun dan Aparat
Ketua DPRD Kota Madiun, Armaya, mengakui adanya kerusakan fasilitas gedung, namun ia menegaskan bahwa aspirasi massa akan tetap tersalurkan.
“Kami sudah menerima dan mencatat seluruh aspirasi. Pintu dialog selalu terbuka, dan kami berharap aksi ke depan bisa berjalan damai tanpa kericuhan,” ujarnya.
Untuk mengendalikan situasi, aparat kepolisian mendapat bantuan pasukan dari Yonif 501/Bajrayudha TNI AD. Kehadiran mereka cukup meredakan tensi massa meski sesekali masih terjadi pelemparan batu dan botol ke arah gedung dewan.
Menjelang malam, ribuan demonstran mulai membubarkan diri secara bertahap. Meski menyisakan kerusakan fasilitas, aksi tersebut berhasil mengirimkan pesan kuat bahwa masyarakat Madiun menolak segala bentuk kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, sekaligus menuntut adanya reformasi menyeluruh di tubuh DPR dan Polri.