Jakarta, Berita Nusantara 89. Kementerian Keuangan melaporkan bahwa utang Indonesia, dalam hal ini pemerintah pusat hingga Juni 2025 telah mencapai Rp 9.138,05 triliun. Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa angka tersebut masih dalam batas aman dan pengelolaannya secara hati-hati.
Menurut Purbaya, yang menjadi tolok ukur bukan sekadar nominal utang, melainkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ia menyebut bahwa posisi utang pemerintah — saat ini berada di kisaran 39,86 persen dari PDB. Angka ini masih jauh di bawah ambang batas maksimal 60 persen sebagaimana dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
“Rasio berada di bawah ambang aman standar domestik maupun internasional. Utang tidak boleh hanya dari angka besar saja,” ujar Purbaya saat Media Gathering APBN di Bogor, (10/10/2025).
Ia menambahkan bahwa untuk menjaga kesehatan fiskal, pemerintah akan membatasi penerbitan utang baru dan mendorong efisiensi dalam belanja negara. Jika pun terpaksa berutang, Purbaya menegaskan harus menggunakannya secara optimal dan bebas kebocoran.
Komposisi Utang Indonesia
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat bahwa utang pemerintah per Juni 2025 terdiri dari dua elemen utama: pinjaman senilai sekitar Rp 1.157,18 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 7.980,87 triliun.
Adapun dari komposisi pinjaman, sektor utang luar negeri mendominasi, sedangkan utang dalam negeri relatif lebih kecil. Sementara itu, SBN berdenominasi rupiah masih memimpin dalam portofolio surat berharga negara, kemudian penerbitan dalam mata uang asing.
Beberapa pengamat ekonomi menyebut bahwa posisi utang Indonesia masih moderat berbandinng sejumlah negara tetangga. Sebagai ilustrasi, rasio utang terhadap PDB di Malaysia dan Thailand mencapai 60-an persen, sedangkan di India bahkan lebih tinggi.
Meski demikian, sejumlah kalangan tetap mengingatkan agar pemerintah tidak lengah. Tantangan pengelolaan utang ke depan antara lain menjaga suku bunga agar tidak terlalu membebani anggaran. Kemudian memastikan proyek yang dengan utang menghasilkan manfaat, serta melakukan pengawasan ketat agar penggunaan dana tidak memicu defisit struktural lebih besar.
Beberapa pihak menilai bahwa penekanan pemerintah pada efisiensi belanja dan pengurangan utang baru menjadi langkah strategis untuk menjaga kepercayaan pasar dan investor. Kebijakan yang bijak serta komunikasi publik yang penting agar masyarakat tidak terlena oleh angka utang absolut yang terlihat besar.
Tantangan lainnya adalah menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap positif dan stabil, sehingga basis PDB terus berkembang dan rasio utang terhadap PDB bisa menekan lebih rendah lagi. Jika ekonomi melaju kuat, beban utang relatif terhadap ukuran ekonomi akan makin aman.
Dengan posisi utang yang kini boleh besar secara nominal, pemerintah mesti memastikan bahwa strategi fiskal, kebijakan moneter, dan regulasi pendukung lainnya berjalan sinergis. Nyaman atau tidaknya utang bukan oleh angka tunggal, melainkan oleh kredibilitas pengelolaan keuangan negara secara menyeluruh.