JAKARTA, Berita Nusantara 89. Jensen Huang, CEO NVIDIA, tokoh dunia teknologi global yang memiliki kekayaan Rp 2.300 triliun. Jensen menyatakan jika memiliki kesempatan kembali kuliah di usia 20 tahun, ia akan memilih jurusan fisika, bukan teknologi informasi (IT). Pandangan ini mengejutkan publik, terutama karena datang dari sosok yang selama ini sebagai pelopor teknologi digital dan pemrograman.
Menurutnya, masa depan teknologi tidak hanya akan bertumpu pada kecerdasan buatan berbasis perangkat lunak. Masa Depan teknologi tetapi juga pada AI fisik, yaitu bentuk kecerdasan buatan yang terintegrasi nyata seperti robot dan kendaraan otonom. Untuk membangun teknologi semacam ini, pemahaman mendalam tentang hukum-hukum fisika menjadi kunci utama. Konsep-konsep seperti gravitasi, kecepatan, massa, dan gaya menjadi aspek vital dalam perancangan sistem cerdas masa depan.
Pernyataan tersebut secara tidak langsung menantang tren saat ini, di mana mayoritas generasi muda berlomba-lomba mengambil jurusan IT atau komputer. Jensen menegaskan bahwa kemampuan membuat kode, kita semua bisa mempelajari dalam waktu singkat. Namun memahami dan menciptakan teknologi yang menyatu dengan dunia nyata membutuhkan pengetahuan ilmiah yang mendalam dan waktu yang lebih panjang.
Di sisi lain, CEO NVIDIA ini mengungkapkan saat ini terdapat kekurangan besar jumlah ilmuwan dan insinyur yang memahami sistem fisik. Padahal, teknologi masa depan bergantung pada bagaimana manusia membangun mesin cerdas yang yang adaptif.
CEO NVIDIA : Dorong Program Studi Ilmu Dasar
Sinyal ini memberikan isyarat baru bagi dunia pendidikan tinggi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Mendorong institusi pendidikan untuk tidak hanya fokus pada jurusan-jurusan populer seperti teknik informatika. Tetapi juga memperkuat program-program di bidang fisika, matematika, teknik mesin, dan ilmu-ilmu dasar lainnya.
Secara ekonomi, pilihan ini juga lebih strategis. Negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman membuktikan kemajuan industri yang berbasis teknologi tinggi. Teknologi dari riset ilmiah dan pengembangan teknologi dasar, bukan sekadar kemampuan membuat aplikasi atau platform digital.
Namun demikian, tantangan tetap ada. Di Indonesia, jurusan seperti fisika atau matematika masih “kering” dari sisi peluang kerja. Banyak siswa dan orang tua lebih memilih jalur karier cepat di bidang digital. Oleh karena itu, perlu ada upaya kolektif dari pemerintah, dunia usaha, dan perguruan tinggi untuk mengubah persepsi tersebut.
Program beasiswa, insentif riset, kerja sama antara universitas dan industri bisa menjadi solusi untuk meningkatkan minat pada bidang ilmu dasar. Dengan demikian, generasi muda Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta inovasi masa depan.
Pernyataan dari tokoh global ini membuka perspektif baru : bahwa masa depan teknologi tidak hanya tentang menguasai coding, tapi memahami cara kerja dunia secara ilmiah. Fisika, sebagai ilmu dasar, kini kembali menjadi sebagai jalur strategis untuk menghadapi revolusi industri selanjutnya.