Thailand vs Kamboja : Akar, Pemicu, dan Dampaknya

Jakarta, Berita Nusantara 89. Sejak 24 Juli 2025, konflik bersenjata pecah di sepanjang wilayah perbatasan sepanjang lebih dari 800 km antara Thailand vs Kamboja. Insiden baku tembak, serangan roket, dan serangan udara yang menewaskan belasan orang dan memaksa puluhan ribu warga sipil mengungsi.

Akar Sejarah Konflik Thailand vs Kamboja

Perseteruan ini bermula dari masa kolonial ketika Prancis menetapkan batas wilayah pada tahun 1907 yang kemudian menjadi dasar konflik. Peta itu menempatkan Kuil Preah Vihear di wilayah Kamboja, meskipun akses secara geografis dekat dengan Thailand. Thailand menolak interpretasi peta tersebut, sehingga sengketa wilayah di sekitar kuil tersebut terus berlanjut hingga hari ini.

Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional memutuskan kuil tersebut berada di wilayah Kamboja, namun Thailand masih mempertahankan klaim atas area sekitarnya. Putusan itu kembali ditegaskan pada 2013, namun ketegangan terus muncul di lapangan.

Pemicu Insiden Terbaru

Bentrok pertama Thailand vs Kamboja pada Mei 2025, saat seorang tentara Kamboja tewas dalam kontak senjata singkat dengan pasukan Thailand. Sejak itu, keduannya menjalankan kebijakan balasan. Thailand memperketat penjagaan perbatasan sekaligus membatasi listrik, internet, dan impor ke wilayah Kamboja. Sedangkan Kamboja membalas dengan melarang produk dan media Thailand.

Situasi kembali memanas saat dua ledakan ranjau di zona perbatasan menewaskan seorang tentara Thailand dan menyebabkan amputasi pada yang lain. Situasi memuncak pada Juli hingga eskalasi meluas ke serangan udara, drone, dan roket.

Eskalasi Perang Terbaru Thailand vs Kamboja

Thailand melancarkan serangan menggunakan jet F‑16 ke sasaran militer di Kamboja, sementara Kamboja membalas dengan peluncuran roket terhadap posisi Thailand. Tercatat korban sedikitnya 15–20 jiwa di pihak Thailand, sementara Kamboja mengalami beberapa korban dan lebih dari ribuan orang mengungsi. Akibatnya, lebih dari 100.000 warga di Thailand dan puluhan ribu warga di Kamboja terdampak dan mengungsi dari rumah mereka.

Kedua negara saling saling menuding satu sama lain memulai agresi. Thailand menuduh Kamboja menjatuhkan bom klaster serta menerjunkan drone ke wilayahnya. Sementara Kamboja menegaskan bahwa langkah pertahanan itu respons terhadap pelanggaran wilayah oleh Thailand.

Konflik ini juga mencerminkan dinamika politik internal kedua negara. Di Thailand, bocornya rekaman percakapan antara Perdana Menteri dengan tokoh politik Kamboja menimbulkan kontroversi politik yang menyebabkan penggantian kepemimpinan. Nasionalisme meningkat, dan pemerintah di kedua negara menghadapi tekanan untuk bersikap tegas demi menjaga legitimasi domestik. Hal ini memperkeruh hubungan bilateral dan menghambat upaya mediasi damai.

Upaya Resolusi dan Tantangan Global

Kamboja melakukan upaya mencari solusi melalui Mahkamah Internasional kembali. Sementara Thailand lebih memilih dialog bilateral. Komisi border bersama telah dibentuk sejak 2000, tetapi kemajuan yang dicapai masih minim. PBB, AS, Tiongkok, dan Uni Eropa memanggil kedua pihak meredam konflik dan kembali ke negosiasi sebelum jatuh ke perang terbuka.

Penduduk di sekitar perbatasan yang menggantungkan hidup di sektor pertanian merasakan dampak langsung konflik ini. Banyak keluarga harus mengungsi, mengakibatkan gangguan ekonomi dan trauma sosial. Infrastruktur penting rusak parah, dan sektor pariwisata serta investasi terganggu serius.

Secara keseluruhan, konflik terbaru menggambarkan ketegangan sejarah yang belum terselesaikan dan tekanan nasionalistik yang memicu eskalasi. Dengan konflik yang melibatkan senjata berat dan dampak luas terhadap warga sipil, masa depan hubungan Thailand–Kamboja tetap dipandang rapuh meski upaya diplomasi terus berjalan.