Jakarta, Berita Nusantara 89 . Hasanuddin, anggota DPRD Jawa Timur periode 2024–2029, resmi mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah hukum ini untuk menguji keabsahan penetapan ia menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) di Jawa Timur yang berlangsung pada 2019–2022.
Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 126/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Sidang perdana pada Senin, 13 Oktober 2025. Dalam perkara ini, Hasanuddin bertindak sebagai pemohon, sementara pihak termohon adalah Ketua KPK.
Dalam permohonannya, Hasanuddin meminta agar pengadilan menilai legalitas penetapannya sebagai tersangka. Ia menilai ada prosedur hukum yang tidak sesuai dalam proses penyidikan oleh KPK. Melalui praperadilan ini, Hasanuddin berharap pengadilan bisa memberikan putusan yang adil dan objektif.
KPK menanggapi gugatan tersebut dengan sikap terbuka. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa lembaganya menghormati setiap langkah hukum oleh pihak mana pun. Menurutnya, praperadilan merupakan mekanisme sah dalam sistem hukum yang memberikan ruang bagi para pihak untuk menguji proses penetapan tersangka.
Kasus Yang Menjerat Anggota DPRD Jatim, Terkait Dana Hibah
Kasus yang menjerat Hasanuddin merupakan bagian dari penyidikan besar KPK terkait dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) di Jawa Timur. Dalam penyidikan tersebut, KPK telah menetapkan total 21 tersangka dari berbagai latar belakang, termasuk anggota DPRD, pejabat daerah, dan pihak swasta.
Hasanuddin termasuk di antara empat tersangka yang penahanannya sejak awal Oktober 2025. Penahanan tersebut selama 20 hari pertama untuk kepentingan penyidikan. KPK menduga ia berperan sebagai pihak pemberi suap terkait pengaturan fee dana hibah kepada sejumlah pejabat DPRD Jawa Timur.
Selain Hasanuddin, beberapa nama lain juga ikut terseret dalam perkara ini. Di antaranya adalah mantan Ketua DPRD Jawa Timur, dua wakil ketua dewan, serta sejumlah pihak swasta yang menjadi perantara dalam proses pencairan dana hibah. KPK menduga telah terjadi praktik bagi-bagi fee dari proyek dana hibah yang seharusnya untuk kelompok masyarakat penerima manfaat.
Kasus dana hibah Jatim sendiri telah menjadi sorotan publik karena nilainya yang mencapai puluhan miliar rupiah. KPK menyebutkan bahwa praktik penyimpangan secara sistematis, dengan modus pengumpulan komitmen fee dari penerima hibah yang kemudian setor kepada pejabat tertentu.
Dengan gugatan praperadilan ini, perhatian publik kini tertuju pada proses sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jika praperadilan Hasanuddin hakim kabulkan, maka status tersangkanya bisa batal dan menghentikan penyidikan terhadapnya. Namun, bila gugatan gagal, maka proses hukum terhadapnya akan berlanjut sesuai dengan prosedur pidana yang berlaku.
KPK menegaskan akan tetap fokus menuntaskan kasus dugaan korupsi dana hibah ini secara transparan dan akuntabel. Lembaga antirasuah tersebut berkomitmen menindak siapa pun yang terbukti terlibat, tanpa pandang jabatan atau latar belakang politik.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas di lembaga legislatif dan penyaluran dana publik yang lebih ketat. Pemerintah daerah agar memperbaiki sistem pengawasan agar dana hibah benar-benar untuk kepentingan masyarakat, bukan sebagai ladang korupsi yang merugikan negara.