Jakarta, Berita Nusantara 89. – Presiden Prabowo Subianto menyatakan pemerintah mengalami kerugian negara sebesar Rp 100 triliun setiap tahun akibat praktik peredaran beras oplosan. Ia menyayangkan kondisi ini terjadi saat pemerintah tengah berupaya keras menambah penerimaan negara lewat pajak dan bea cukai.
Dalam pidatonya di Klaten, Jawa Tengah, Presiden menegaskan bahwa perbuatan mencampurkan beras berkualitas rendah ke dalam beras premium sejatinya merugikan ekonomi dan masyarakat secara luas. Ia meminta agar aparat hukum – yakni Kepolisian dan Kejaksaan – bergerak cepat dan tuntas mengusut kasus ini, bahkan hingga menyita aset para pelaku jika kerugian tidak mengembalikan.
Prabowo : Negara dan Rakyat Rugi 100T/Tahun
Presiden melontarkan pernyataan saat peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten. Presiden menekankan bahwa total kerugian Rp 100 triliun itu bisa untuk memperbaiki sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Jika dapat merestitusi dana tersebut setiap tahun, dalam lima tahun negara mampu mengalokasikan lebih dari Rp 1.000 triliun untuk sektor pendidikan.
“Apa jadinya kalau Rp 100 triliun itu masuk ke kas negara tiap tahun? Lima tahun angkanya jadi Rp 1.000 triliun. Cukup untuk memperbaiki 100.000 sekolah,” ujar Presiden Prabowo, mengingat saat ini anggaran pendidikan hanya mampu membiayai sekitar 11.000 sekolah dengan Rp 19 triliun.
Presiden Prabowo menilai praktik oplosan ini merupakan bentuk sabotase ekonomi nasional. Sebagian keuntungan hanya oleh segelintir pelaku, sementara rakyat dan negara menanggung kerugian. Oleh karena itu, tindakan tegas perlu demi menegakkan keadilan dan melindungi kepentingan publik.
Respon aparat hukum pun langsung terlihat. Tim Satuan Tugas Pangan bersama Reskrimsus Polda Banten telah mengungkap dan menangkap tujuh orang tersangka, serta menyita ratusan ton beras oplosan. Pemerintah berharap langkah penindakan ini bisa menjadi efek jera sekaligus peringatan bagi pihak-pihak yang mencoba meraup untung dengan cara curang.
Dampak Sistemik & Potensi Pemulihan
Menurut Presiden, kerugian Rp 100 triliun tersebut secara langsung mengganggu upaya pemerintah menyeimbangkan APBN dan meningkatkan anggaran sektor publik. Menkeu selalu bekerja keras menggalang dana demi mendukung pembangunan, layanan publik, dan program sosial. Kehilangan besar akibat beras oplosan membuat target penerimaan negara semakin menantang.
Dengan uang senilai itu, bukan hanya dunia pendidikan yang bisa menguntungkan, tetapi juga sektor lain seperti infrastruktur, kesehatan, dan ketahanan pangan. Presiden menegaskan bahwa dana tersebut saat ini “lima kelompok usaha yang menikmati”, bukan menyalurkannya untuk kepentingan rakyat.
Tindakan Tegas & Harapan Pengembalian Dana
Presiden menegaskan, jika para pelaku tidak mengembalikan seluruh kerugian, negara akan menggunakan jalur hukum guna penyitaan aset. “Kalau mereka tidak kembalikan, negara tidak akan berhenti sampai di sana,” tegasnya.
Arahan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah siap melangkah lebih jauh dari sekadar penindakan biasa. Pengembalian dana dan penegakan hukum yang ketat akan menjadi cara paling efektif untuk menghentikan praktik culas ini.
Selain penindakan hukum, Presiden juga memberikan instruksi agar memperketat pengawasan di rantai distribusi pangan. Aparat terkait harus meningkatkan inspeksi, sampling, dan pengujian kualitas pangan. Mengawasi kebijakan harga dan distribusi gabah dengan ketat agar insentif ekonomi tidak berpindah ke tangan yang salah.
Langkah sistemik ini untuk memperkuat ketahanan pangan serta menjaga kepercayaan publik terhadap stabilitas pasokan dan harga beras.