BPK RI : 3,53 T Kerugian Negara Belum Kembali ke Kas Negara

Berita, Ekonomi40 Dilihat

JAKARTA, Berita Nusantara 89. BPK RI atau Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia mencatat akumulasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,53 T sejak 2005. Kerugian negara ini hingga kini belum kembali ke kas negara. Temuan ini dari hasil audit atas laporan keuangan dan kinerja berbagai instansi pemerintah pusat maupun lembaga negara sepanjang tahun terakhir.

Dalam laporan resminya, BPK mengungkapkan bahwa sebagian besar dari kerugian tersebut telah direkomendasikan untuk ditindaklanjuti. Namun, realisasi pengembalian dana masih belum optimal. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan lemahnya sistem pengawasan serta tindak lanjut terhadap pelanggaran pengelolaan keuangan negara.

Kerugian tersebut dalam bentuk penyimpangan, seperti anggaran yang tidak sesuai ketentuan, pembayaran fiktif, pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai spesifikasi. Hingga kelalaian dalam pengelolaan aset negara. Temuan-temuan ini tersebar di sejumlah kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

BPK RI : Akumulasi 3,53 T Belum Kembali Ke Kas Negara

Plt Sekretaris Jenderal BPK RI Bahtiar Arif merinci, baru 36,11% atau sekitar Rp 1,99 triliun kerugian negara yang sudah lunas. Kemudian ada beberapa kerugian yang belum atau sedang tahap pelunasan, yakni angsuran Rp 1,59 triliun, penghapusan Rp 0,05 triliun, dan sisa penyelesaian lainnya Rp 1,89 triliun. ” Akumulasi masih ada Rp 3,53 triliun kerugian negara yang belum lunas. “Masih ada yang sisa dari penyelesaian kerugian negara,” ungkap Bahtiar dalam RDP bersama Komisi XI DPR

Meski BPK telah menyampaikan rekomendasi penyelesaian kepada entitas terkait. Namun, tindak lanjut berupa pengembalian ke kas negara belum menunjukkan progres yang signifikan. Situasi ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam pelaksanaan rekomendasi audit, khususnya menyangkut pemulihan keuangan negara akibat penyimpangan anggaran.

Sejumlah kalangan menilai hal tersebut dapat berdampak serius pada kredibilitas lembaga pengawasan negara dan efektivitas anggaran pemerintah. Dana negara yang seharusnya untuk pembangunan, pendidikan, dan pelayanan publik justru tertahan akibat lemahnya akuntabilitas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Perkuat Kerjasama Antar Instansi dan Perbaikan Regulasi

Di sisi lain, situasi ini juga mengindikasikan adanya kebutuhan mendesak untuk memperkuat kerja sama antar instansi penegak hukum dan lembaga pengawasan. Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, serta lembaga penegak hukum lainnya harus dapat lebih proaktif dalam menindaklanjuti temuan BPK.

Penguatan regulasi juga menjadi poin penting. Pemerintah harus memperjelas ketentuan hukum terkait pengembalian kerugian negara. Sehingga tidak memberikan celah hukum bagi para pelanggar untuk menghindari tanggung jawab. Selain itu, menegakkan secara tegas mekanisme sanksi terhadap pejabat atau pihak swasta yang terbukti lalai atau menyalahgunakan anggaran.

BPK RI menekankan pengembalian kerugian negara bukan hanya soal kepatuhan administratif, tetapi merupakan bagian dari upaya menjaga integritas keuangan negara. Transparansi dalam pelaporan dan keterbukaan informasi kepada publik juga menjadi langkah penting untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

Sejumlah usulan mulai bermunculan, seperti membentuk tim gabungan lintas kementerian untuk mempercepat penyelesaian temuan. Hingga membuat dashboard pelaporan publik yang masyarakat dapat akses terkait status pengembalian kerugian negara.

Hingga kini, belum ada penjelasan resmi mengenai batas waktu penyelesaian kerugian tersebut. Namun, tekanan publik terhadap pemerintah agar segera menuntaskan kasus-kasus ini semakin tinggi. Selanjutnnya, dengan langkah konkret dan kolaboratif antar lembaga, dapat segera memulihkan kerugian negara dan anggaran negara kembali sebagaimana mestinya.

341,13 Triliun Rekomendasi BPK RI Sepanjang 2005-2025

Sementara pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK meliputi penyerahan aset maupun penyetoran uang sebanyak Rp 341,13 triliun sepanjang 2005-2024 dengan 755.892 rekomendasi. Hingga 2024, baru 596.291 atau 78,8% rekomendasi yang diselesaikan senilai Rp 178,77 triliun.

Sementara itu, tercatat sebanyak 16,1% atau 121.417 rekomendasi yang belum sesuai senilai Rp 121,96 triliun, kemudian 30.733 atau sekitar 4,1% rekomendasi yang belum ditindaklanjuti Rp 15,24 triliun, dan 7.451 atau sekitar 1% rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti senilai Rp 25,16 triliun.