BPS Tetapkan Garis Kemiskinan 20ribu/hari

20ribu Dapat Apa Untuk Belanja ?

Berita, Ekonomi22 Dilihat

Jakarta, Berita Nusantara 89. Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan pada Maret 2025 sebesar Rp 20.305 per orang per hari. Angka ini menjadi tolok ukur baru dalam menentukan apakah seseorang termasuk dalam kategori miskin atau tidak. Dengan nilai tersebut, publik mempertanyakan bisa membeli apa saja dalam sehari.

Di sisi lain, BPS menyebut penurunan jumlah penduduk miskin secara nasional. Hingga Maret 2025, jumlah penduduk miskin tercatat 23,85 juta orang atau sekitar 8,47 persen dari total populasi. Angka ini turun dari periode sebelumnya. Namun, sebagian kalangan menyoroti bahwa indikator kemiskinan bukan sekadar soal angka konsumsi saja. Tetapi juga kualitas hidup, akses layanan dasar, dan ketahanan terhadap guncangan ekonomi.

Terlepas itu, angka garis kemiskinan menjadi acuan perumusan berbagai kebijakan sosial, termasuk program bantuan sosial tunai, pangan, hingga jaminan kesehatan. Pemerintah juga menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2026, yang berarti harus melakukan upaya perbaikan menyeluruh.

20ribu Dapat Apa Untuk Belanja ?

Batas pengeluaran harian ini setara dengan Rp 609.160 per bulan. Dalam perhitungan rumah tangga, garis kemiskinan naik menjadi Rp 2,88 juta, mengacu pada rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4,7 orang. Angka ini merupakan hasil penghitungan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan dan non-pangan.

Masyarakat pun mencoba mengilustrasikan belanja kebutuhan harian dengan uang Rp 20 ribu per hari. Nominal tersebut, sebagian besar pengeluaran akan terserap untuk makan sederhana, seperti seporsi nasi dan sayur, atau gorengan dan air minum. Jika untuk transportasi umum atau kebutuhan sekolah anak, uang tersebut akan habis lebih cepat. Hal ini menimbulkan diskusi luas, terutama di media sosial, mengenai relevansi angka tersebut terhadap kondisi riil masyarakat perkotaan.

Masyarakat yang tinggal di perkotaan menghadapi tantangan lebih besar. Kenaikan harga bahan pokok, biaya transportasi, serta biaya pendidikan dan kesehatan kerap kali melampaui kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Karena itu, garis kemiskinan yang tampak rendah ini memunculkan perdebatan apakah standar tersebut masih relevan dengan kebutuhan hidup saat ini.

Pakar kebijakan sosial menilai perlunya pendekatan multidimensional dalam menangani kemiskinan. Selain meningkatkan pendapatan masyarakat, strategi pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan, hingga pemberian akses pendidikan dan layanan dasar menjadi kunci utama. Pemerintah daerah juga harus turut aktif mengadaptasi kebijakan pusat agar sesuai dengan konteks lokal.

Ke depan, pemerintah akan mengevaluasi garis kemiskinan secara berkala. Penyesuaian terhadap inflasi dan harga-harga pokok sangat penting agar kebijakan tidak hanya berbasis angka, tetapi benar-benar mencerminkan kebutuhan riil warga. Selain itu, transparansi dan edukasi masyarakat mengenai metode penghitungan garis kemiskinan juga agar publik memahami konteks dan tujuan kebijakan tersebut.

Tantangan dinamis, peran data akurat dan kebijakan yang berpihak pada rakyat miskin akan sangat menentukan keberhasilan pengentasan kemiskinan di Indonesia.