Madiun, Berita Nusantara 89. Presiden Republik Indonesia secara resmi mengeluarkan kebijakan yang berdampak besar dalam dunia hukum dan politik nasional. Dua tokoh publik, Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, menerima keputusan pengampunan negara yang membuat mereka bebas dari jeratan hukum. Presiden memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, setelah melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keputusan ini mendapat sorotan luas karena berkaitan dengan dua instrumen hukum penting yang menjadi hak prerogatif Presiden. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, amnesti merupakan penghapusan akibat hukum pidana terhadap seseorang yang telah vonis bersalah oleh pengadilan. Dengan kata lain, akan menghapus status terpidana, dan mengembalikan seluruh hak sipil.
Sementara itu, abolisi merupakan penghentian proses hukum pidana terhadap seseorang yang masih dalam tahap penyelidikan atau penuntutan. Abolisi tidak menghapus tindakan pidana yang, tetapi menghentikan seluruh proses hukum yang sedang berjalan. Biasanya, abolisi atas pertimbangan khusus, termasuk alasan politik, kemanusiaan, atau kepentingan nasional.
Dapat Amnesti dan Abolisi, Hasto dan Lembong Langsung Bebas ?
Dalam hal ini, Hasto Kristiyanto sebelumnya telah vonis bersalah dalam kasus hukum tertentu. Namun, melalui amnesti, pemerintah menghapus seluruh dampak hukum dari vonis tersebut. Dengan begitu, Hasto tidak lagi berstatus sebagai narapidana dan bebas dari semua konsekuensi hukum yang menyertainya.
Di sisi lain, Tom Lembong belum sampai pada tahap vonis pengadilan. Namun, proses penegakan hukum terhadapnya telah berjalan cukup jauh. Presiden memilih memberikan abolisi yang menghentikan proses hukum secara menyeluruh. Tom pun tak lagi menjalani proses pemeriksaan atau sidang terkait kasusnya.
“Ya keduanya bebas, karena semua kewenangan presiden di ranah yudikatif (grasi, amnesti, dan abolisi) dimaksudkan untuk pembebasan atau pengurangan hukuman masyarakat yang meminta,” kata Fickar. Dia menjelaskan, hal tersebut kewenangan yang dirasionalisir secara konstitusional. “Karena itu pengaturannya ada pada UUD/Konstitusi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menjelaskan, abolisi, seperti yang diberi kepada Tom, merupakan penghentian terhadap proses hukum yang sedang berjalan atas seseorang.
Langkah Presiden ini mengikuti prosedur konstitusional. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi setelah mendapat pertimbangan dan persetujuan DPR. Proses tersebut selesai, sehingga keputusan ini memiliki kekuatan hukum penuh.
Setelah Keputusan Presiden (Keppres) terbit, keduanya segera bebas. Tidak ada proses administratif tambahan yang menghambat pelaksanaannya. Mereka sah secara hukum sebagai warga negara yang tidak lagi memiliki perkara hukum.
Untuk Menjaga Stabilitas Politik Nasional
Pemerintah menjelaskan bahwa keputusan ini untuk menjaga stabilitas politik dan sosial. Selain itu, langkah ini juga sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi nasional dan penghormatan terhadap nilai-nilai demokrasi. Presiden menilai, dalam kondisi tertentu, penggunaan hak prerogatif negara dapat menjadi jalan tengah yang bijak dalam merespons ketegangan politik dan hukum.
Meski begitu, kebijakan ini juga menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa kalangan menilai langkah ini sebagai bentuk keberanian Presiden dalam mengambil keputusan demi persatuan. Namun, sebagian lain menyoroti pentingnya menjaga integritas hukum dan menuntut agar alasan pemberian amnesti dan abolisi secara transparan.
Keputusan ini menunjukkan bahwa negara memiliki mekanisme untuk mengakhiri proses hukum secara sah demi kepentingan yang lebih besar. Amnesti dan abolisi bukanlah bentuk intervensi semata, melainkan instrumen legal undang-undang dan dalam situasi luar biasa.